Powered By Blogger

Monday, June 17, 2019

Larung

Larung merupakan buku terakhir dari dwilogi Saman & Larung. Setelah puas membaca novel Saman, saya langsung tidak sabar untuk membaca lanjutannya. Oleh karena itu, saya akan membahas mengenai Larung pada post kali ini (Ulasan mengenai Saman dapat dibaca di sini). Peringatan dahulu, pada paragraf-paragraf berikutnya mungkin akan ada spoiler mengenai novel ini, careful!
Sampul Buku Larung. Sumber: Foto sendiri

Saman dan empat sahabat perempuan (Shakuntala, Cok, Yasmin, dan Laila) kembali muncul di novel ini. Pada novel sebelumnya, telah diceritakan kisah perjuangan Saman untuk lolos dari tuduhan yang diberikan kepadanya hingga ia melarikan diri ke luar negeri. Kali ini, ia harus membantu beberapa orang aktivis yang mengalami nasib serupa dengannya; ia harus meloloskan mereka dari cengkraman fitnah. Saman dibantu oleh seorang pemuda dengan karakter gelap, yaitu Larung.

Ayu Utami membuka novel ini dengan menceritakan kisah masa lalu Larung. Menurut saya, kisah ini merupakan bagian terseru dan paling menarik dari novel. Kisah Larung dipenuhi dengan unsur petualangan dan hal-hal berbau mistis, di mana ia mencoba untuk membebaskan dirinya dari sang Simbah yang nampak abadi akibat jimat-jimat. Saya dapat merasakan kengerian yang dilihat dan dialami Larung. Serupa dengan novel sebelumnya, saya rasa gaya bahasa Ayu Utami memang menunjukkan keunggulannya saat menceritakan kisah berbau horor; bahasanya yang eksplisit membantu imajinasi pembaca untuk membayangkan apa yang terjadi.

Namun sangat disayangkan, setelah bagian terseru tersebut lewat, sisa novel ini terasa kurang memuaskan. Setelah buku pertama, saya berharap kisah Shakuntala dan Laila akan diperdalam di novel ini, namun rasanya tidak pernah terjadi. Akhirnya, kedua tokoh ini tampak kurang berperan pada narasi utama. Lalu, bagian yang seharusnya menjadi klimaks dari novel ini, saat Saman membantu para aktivis, diceritakan dengan sedikit terburu-buru sehingga terkesan antiklimaks. Interaksi Saman dengan Larung pun sangat minim, padahal itu salah satu bagian yang paling saya tunggu setelah membaca masa lalu Larung di awal novel.

Ending novel ini pun terasa lemah. Saat Saman dan Larung dibunuh di akhir cerita, saya tidak merasakan apapun, apakah itu marah ataupun sedih, karena semuanya terjadi begitu mendadak. Apakah mungkin memang itu pesan yang ingin disampaikan? Bahwa kematian dapat datang secara tiba-tiba? Saya tidak tahu.

Secara keseluruhan, saya masih menikmati novel Larung ini. Meskipun sedikit kecewa, namun menurut saya dwilogi Saman & Larung ini  menarik untuk dibaca, terutama jika kalian mencari novel dengan gaya bahasa yang lebih berani.

Sekian dulu, terima kasih telah membaca :)